Shalat Istikharah
Istikharah artinya
meminta pilihan. Shalat Istikharah adalah shalat untuk meminta pilihan kepada
Allah.
Salah satu tata cara Istikharah yang paling dikenal adalah mengerjakan
shalat Istikharah dua rakaat, yang bersumber dari Rasulullah, dan membaca doa
yang termasyhur sesudahnya, Allahumma inni astakhiruka,
sampai akhirnya, dan mengulang-ulanginya beberapa kali serta memperbanyak doa
yang berasal dari ayat Al-Qur’an sebagai berikut
رَبَّنَا آتِنَا مِن لَدُنكَ رَحمَةً
وَهَيِّئ لَنَا مِن أَمرِنَا رَشَدًا
Rabbana atina mil-ladunka rahmataw-wahayyi’
lana min amrina rasyada.
“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
Juga membaca
doa yang berasal dari Rasulullah SAW berikut ini sebanyak tujuh kali:
اَللّهُمَّ خِرلِي وَاختَرلِي
Allahumma khir li wakhtarli
“Ya Allah, pilihkanlah untukku.”
Jika shalat Istikharah
dilakukan setiap hari, itu bagus, dan orang-orang shalih telah melazimkannya,
mereka mendapatkan keberkahan dan keberhasilan dalam tujuan-tujuan mereka.
Shalat Istikharah
termasuk perkara-perkara yang dituntut dan disukai, yang diserukan oleh nabi
kita, Muhammad SAW. Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu adalah sebagai
berikut:
Pertama, Ahmad,
Al-Hakim, Abu Ya’la, Ibnu Hibban, Al-Bazzar, dan At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Di antara (yang membawa) kebahagiaan anak Adam adalah
ia beristikharah kepada Allah, dan di antara (yang juga membawa) kebahagiaan
anak Adam adalah keridhaan-Nya dengan apa yang telah Allah tentukan. Dan
diantara (yang membawa) kesengsaraan anak Adam adalah kebenciannya dengan apa
yang telah Allah tentukan.”
Para ulama
mengatakan, “Tidak akan sia-sia orang yang beristikharah dan tidak akan
menyesal orang yang bermusyawarah.”
Shalat itu
disukai oleh jumhur ulama. Menggabungkan Istikharah kepada Allah dan
bermusyawarah dengan manusia termasuk penggabungan yang sempurna di antara dua
sisi sunnah. Qatadah mengatakan, “Tidaklah suatu kaum bermusyawarah dengan
mengharapkan keridhaan Allah melainkan mereka akan mendapat petunjuk kepada
yang terbaik dari urusan mereka.”
Kedua, Al-Bukhari
meriwayatkan dari hadits Jabir, ia mengatakan, “Rasulullah SAW mengajarkan
kepada kami beristikharah dalam semua urusan.” Asy-Syaukani mengatakan, “ini
dalil secara umum, dan sesungguhnya seseorang tidak boleh menganggap remeh
suatu perkara karena kecilnya dan tidak memberikan perhatian dengannya sehingga
meninggalkan shalat Istikharah dalam hal itu. Terkadang sebuah urusan dipandang
remeh, padahal ternyata dalam melakukannya atau sebaliknya dalam meninggalkannya
terdapat bahaya yang sangat besar. Karena itu Rasulullah mengatakan, ‘Hendaklah
salah seorang di antara kalian meminta kepada Tuhannya meskipun tali
sandalnya’.” Para salaf selalu memohon kepada Allah meskipun garam dan yang
lebih kecil lagi dibandingkan itu, kemudian barulah mereka mengambil
sebab-sebabnya (mengupayakannya).
Tata cara
shalat Istikharah lainnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Rasulullah
SAW, beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian berniat akan
melakukan suatu urusan, hendaklah ia melakukan shalat dua rakaat yang bukan
shalat fardhu dan membaca surah di dalamnya menurut kehendaknya.”
Sebagaimana
ulama berdasarkan ijtihadnya memilih membaca surat Ya Sin (separuhnya di rakaat
pertama dan separuhnya lagi di rakaat kedua). Sebagian ulama yang lain memilih
surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Sebagian yang lain memilih Ayat Kursi dan
akhir-akhir surat Al-Baqarah. Ada pula di antara mereka yang memilih ayat Wama
kana limu’minin wala mu’minatin sampai mubina pada rakaat kedua (QS
Al-Ahzab : 36).
Mereka lebih
mengutamakan shalat ini dilakukan sebelum tidur. Terkadang mereka melihat mimpi
yang benar (sebagai petunjuk), dan itu merupakan bagian dari nubuwwah.
Nabi SAW bersabda, “Kemudian (setelah shalat) dalam keadaan duduk,
menghadap kiblat, dan menghadirkan hajatnya kepada Allah, hendaklah ia membaca
doa berikut ini:
اَللّهُمَّ
إِنِّي أَستَخِيرُكَ بِعِلمِكَ وَأَستَقدِرُكَ بِقُدرَتِكَ وَأَسأَلُكَ مِن
فَضلِكَ العَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقدِرُ وَلاَ أَقدِرُ وَتَعلَمُ وَلاَ أَعلَمُ وَأَنتَ
عَلاَّمُ الغُيُوبِ
اَللّهُمَّ
إِن كُنتَ تَعلَمُ أَنَّ هذَا الأَمرَ خَيرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ
أَمرِي فَاقدُرهُ لِي وَيَسِّرهُ لِي ثُمَّ بَارِك لِي فِيهِ.
وَإِن كُنتَ تَعلَمُ أَنَّ هذَا الأَمرَشَرٌّلِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي
وَعَاقِبَةِ أَمرِي فَاصرِفهُ عَنِّي وَاصرِفنِي عَنهُ، وَاقدُرلِيَ الخَيرَ حَيثُ
كَانَ وَرَضِّنِي بِهِ.
Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka
biqudratika wa as-aluka min fadhlikal-‘azhimi fa innaka taqdiru wala aqdiru wa
ta’lamu wala a’lamu wa anta ‘allamul-ghuyub.
Allahumma in kunta ta’lamu anna hadzal-amra khayrul-li fi
dini wa ma’asyi wa ‘aqibati amri faqdurhu li wa yassirhu li tsuma barik li fih.
Wa in kunta ta’lamu anna hadzal-amra
syarrul-li fi dini wa ma’asyi wa ‘aqibati amri, fashrifhu ‘anni washrifni ‘anhu, waqdur liyal-khayra haytsu kana
wa radhdhini bih.
‘Ya Allah
sesungguhnya aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon diberi
kemampuan dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu sebagian anugerah-Mu yang
agung. Karena sesungguhnya Engkau menentukan dan aku tidak dapat menentukan, Engkau
mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara
yang ghaib.
Ya Allah, jika
menurut pengetahuan-Mu perkara ini baik bagiku dalam urusan agamaku,
penghidupanku, dan akhir urusanku, takdirkanlah ia bagiku, dan mudahkanlah ia
untukku, kemudian berilah aku keberkahan padanya.
Dan jika menurut pengetahuan-Mu perkara ini buruk bagiku dalam urusan
agamaku, penghidupanku, dan akhir urusanku, hendaklah Engkau hindarkan ia
dariku dan Engkau hindarkan aku darinya, dan tentukanlah untukku kebaikan di
mana saja ia berada dan berilah aku keridhaan terhadapnya’.”
Boleh
mengulang-ulang doa ini dalam keadaan duduk tersebut, karena Nabi SAW menyukai
membaca tiga kali, sampai, apabila hatinya telah tenang, barulah beliau
berpaling dengan menyebut nama Allah.
Ada pula sebagian ulama yang menambahkannya dengan doa-doa lain, di
antaranya doa berikut:
اَللّهُمَّ
إِنَّ العِلمَ عِندَكَ وَهُوَ مَحجُوبٌ عَنِّي وَلاَأَعلَمُ مَاأَختَارُهُ لِنَفسِي
لكِن أَنتَ المُختَارُ فَإِنِّي فَوَّضتُ إِلَيكَ مَقَالِيدَ أَمرِي وَرَجَوتُكَ لِفَقرِي
وَفَاقَتِي، فَأَرشِدنِي إِلَي أَحَبِّ الأُمُورِ إِلَيكَ وَأَرضَاهَا عِندَكَ وَأَحمَدِهَا
عِندَكَ، فَإِنَّكَ تَفعَلُ مَا تَشَاءُ وَتَحكُمُ مَا تُرِيدُ
Allahumma innal-‘ilma indaka wa huwa
mahjubun anni, wa la a’lamu ma akhtaruhu linafsi lakin antal-mukhtar, fa inni
fawwadhtu ilayka ,maqalida amri wa rajawtuka lifaqri wa faqati, farsyidni il
ahabbil-umuri ilayka wa ardhaha ‘indaka wa ahmadiha ‘indaka, fa innaka taf’alu
ma tasya-u wa tahkumu ma turid.
“Ya Allah, sesungguhnya ilmu itu ada pada-Mu, ia tertutup dariku dan
aku pun tidak mengetahui. Aku tak dapat memilihnya untukku, tetapi Engkaulah
yang memilih. Sesungguhnya telah aku pasrahkan kepada-Mu kunci-kunci urusanku,
serta aku sampaikan tumpuan harapan kepada-Mu karena kefakiran dan
kemiskinanku. Karena itu, berilah aku petunjuk kepada urusan yang paling Engkau
ridhai, dan paling terpuji di sisi-Mu. Sesungguhnya, Engkau berbuat sesuatu
yang Engkau inginkan dan Engkau menentukan sesuatu menurut kehendakmu.“
Istikharah
Salaf
Terdapat pula
keterangan dari sebagian salaf tata cara yang lain. Dari Anas RA, ia mengatakan
bahwa Nabi bersabda, “Wahai Anas, apabila engkau berniat melakukan suatu urusan,
mohonlah pilihan kepada Tuhanmu dalam urusan itu tujuh kali, kemudian
perhatikanlah apa yang ada di hatimu, karena sesungguhnya kebaikan itu berada
di dalamnya.”
Apabila menghendaki suatu urusan, Abu Hurairah RA mengucapkan doa
sebagai berikut:
اَللّهُمَّ خِرلِي وَاختَرلِي
Allahumma khir li wakhtarli
“Ya Allah, pilihkanlah untukku.”
Apabila ingin melakukan suatu urusan, Abu Hurairah mengucapkan:
اَللّهُمَ إِنِّي أَسأَلُكَ التَّوفِيقَ لِمَحَابِّكَ
مِنَ الأَعمَالِ وَصِدقَ التَّوَكَّلِ عَلَيكَ وَحُسنَ الظَّنِّ بِكَ
Allahumma inni as-alukat-tawfiqa limahabbika
minal-a’mal, wa shidqat-tawakkuli ‘alaik, wa husnazh-zhanni bik.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu taufik kepada amal-amal
yang Engkau sukai, penyerahan diri yang sesungguhnya kepada-Mu, dan sangka baik
kepada-Mu.”
Pengarang kitab Al-Awarif mengatakan, “Dan diniatkan dengan dua
rakaat shalat Istikharah semua perbuatan yang dilakukannya pada siang hari dan
malamnya. Demikianlah yang aku dapati pada tulisan Syaikh Ali bin Abu Bakar, ia
mengatakan: Aku mendapatkannya dari tulisan seorang faqih yang shalih, Abdullah
bin Fadhl, Ibnu Khalil mengatakan dalam kitabnya, Tuhfah al-Muta’abbid, dan
mengucapkan doa berikut:
اَللّهُمَّ اختَر لِي بِرَحمَتِكَ وَعَافِيَتِكَ،
اَللَهُمَّ اقضِ لِي بِالحُسنِ فِي يُسرٍ مِنكَ وَعَافِيَةٍ وَلُطفٍ وَرَأفَةٍ.
Allahummakhtar li birahmatika wa
‘afiyatik, Allahummaqdhi li bil-husni fi yusrin minka wa ‘afiyatin wa
luthfin wa ra’fah.
‘Ya Allah, pilihkanlah untukku dengan rahmat-Mu dan afiat-Mu. Ya Allah,
tunaikanlah untukku dengan kebaikan dalam kemudahan dari-Mu, afiat, kelembutan,
dan kasih sayang’.”
Sedangkan doa Istikharah dalam keadaan tidak berwudhu’ adalah sebagai
berikut:
تَوَكَّلتُ فِي أَمرِي هذَا عَلَى الحَيِّ
القَيُّومِ، وَأَلجَأتُ نَفسِي فِيهِ عَلَى الحَيِّ القَيَّومِ الَّذِي لاَيَمُوتُ
Tawakkaltu fi amri hadza ‘alal-hayyil-qayum,
wa alja’tu nafsi fihi ‘alal-hayyil-qayyumil-ladzi la yamut
“Aku bertawakal dalam urusan ini kepada Dzat Yang Mahahidup dan Maha
Mengurusi hamba-Nya, dan aku menyandarkan diriku dalam urusan itu kepada Dzat
yang Mahahidup dan Mengurusi hamba-Nya, Dzat Yang Tidak Pernah dan Tidak Akan
Mati.”
Al-Imam Ja’far Ash-Shaddiq mengatakan, “Tidaklah seorang hamba memohon
pilihan kepada Allah pada suatu urusan di antara urusan-urusannya dengan
membaca doa ini sebanyak 100 kali yang setiap 50 kali ia berhenti lalu bertahmid
kepada Allah lalu memuji-Nya melainkan Allah akan memilihkannya yang terbaik di
antara dua urusan.”
Dari beliau juga dikatakan, “Tidaklah seorang hamba beristikharah kepada
Allah dengan doa tersebut sebanyak 70 kali lalu ia membaca doa:
يَاأَبصَرَ النَّاظِرِينَ، يَاأَسمَعَ السَّامِعِينَ،
يَاأَسرَعَ الحَاسِبِينَ، يَاأَرحَمَ الرَّاحِمِينَ، يَاأَحكَمَ الحَاكِمِينَ، صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدِ وَعَلَى آلِ بَيتِهِ وَخِرلِي فِي كَذَا وَكَذَا
Ya absharan-nazhirin, ya asma’as-sami’in,
ya asra’al-hasibin, ya arhamar-rahimin, ya ahkamal-hakimin,
shalli ‘ala muhammadin wa ‘ala ali baytihi wa khir li fi kadza wa kadza.
‘Wahai Dzat Yang Maha Melihat di antara semua yang melihat, wahai Yang
Maha Mendengar di antara yang mendengar, wahai Yang Mahacepat perhitungan-Nya,
wahai Yang Maha Pengasih di antara yang pengasih, wahai Yang Paling Bijak di
antara yang bijak, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya
dan pilihkanlah untukku dalam urusan ini.’
melainkan Allah akan
memilihkannya yang terbaik di antara dua urusan.”
Lengkap dan bagus banget tentang istikharah.. Jazakallah Khairan katsira...
BalasHapus